Oleh: Aji Ramawidi
PENGANTAR
Dari Tome Pires, De Graaf, dan Raffles, kita mengetahui bahwa Balambangan pada puncak kejayaannya telah mencakup wilayah seluas yang bisa dikatakan ‘separuh dari Jawa Timur’. Dari Supitan Balambangan (Selat Bali) hingga ke Pasuruan.
Balambangan bertahan dengan wilayah seluas ini hingga Sultan Agung (1613-1645) merebut perbatasan bagian pinggir baratnya, yakni daerah Pasuruan dan Singasari. Penduduknya diangkut ke Mataram dan disebut sebagai Tiyang Pinggir dan Wong Gajah Mati.
Setelah itu silih berganti kedua daerah itu dikuasai oleh Mataram dan Balambangan. Secara umum, wilayah Balambangan kembali ke wilayah asli; dari Lumajang-Banyuwangi. Namun hal ini ternyata masih dipersempit dengan serangan Amangkurat Agung (1646-1677) hingga merebut Puger/Kedhawung, Sentong, dan Panarukan.
Ketiga daerah itu baru dapat direbut kembali oleh Prabu Tawangalun II antara tahun 1656-1659. Bahkan raja besar Balambangan ini kemudian meluaskan kekuasaannya hingga ke Kediri, pascaperang Trunajaya tahun 1679 sebagaimana yang ditulis oleh De Graff.
Di bawah pemerintahan Tawangalun, Balambangan menjadi kerajaan yang besar dan dihormati negeri-negeri tetangganya.
(sumber: Wikipedia dan Museum Nusantara)
KEMUNDURAN BALAMBANGAN
Wilayah Balambangan seluas ini berlangsung antara tahun 1679-1691 dan karena sepeninggal Prabu Tawangalun II, terjadi perebutan kekuasaan diantara anak-anaknya.
Kemudian bagian barat dari wilayahnya, direbut oleh Untung Surapati tahun 1690an (dalam peta Kolonial wilayah ini biasa disebut Zonder Soerapati). Sejak itulah, Kediri, Blitar, Malang, Pasuruan, Banger, Lumajang, dan Puger lepas dari kekuasaan Balambangan.
Apakah setelah itu semua daerah tersebut menjadi milik Mataram? Tidak! Karena Untung Surapati kemudian justeru mendeklarasikan berdirinya kerajaan miliknya sendiri yang berpusat di Pasuruan.
(sumber: Babad Blambangan, Winarsih P.A.)
Banger/Probolinggo menjadi daerah pertama yang lepas dari kekuasaan Balambangan tahun 1746. Dipimpin Kyai Jayalelana.
Kelak, Kyai Jayalelana (Bupati Banger) digantikan oleh putranya yang bernama Mas Bagus Banger/Tumenggung Jayalelana II (1756-1768), dan dilanjutkan oleh menantunya yang bernama Raden Jayanegara putra Bupati Surabaya X.
Jayanegara bergelar Tumenggung Jayalelana III (1768-1805). Dialah yang merubah nama Kabupaten Banger menjadi Kabupaten Prabalingga (Probolinggo).
Saat itu Lumajang menjadi bagian dari Prabalingga, dan dia menempatkan puteranya, yang bernama Candranegara sebagai Patih Lumajang, berkedudukan di Klakah.
(sumber: Perebutan Hegemoni Blambangan, Sri Margana)
Karena musuh dari musuhmu adalah kawanmu, dan Raja Balambangan yang baru, Prabu Sasranegara, sangat anti pada VOC akhirnya dia bersekutu dengan musuh VOC, Untung Suropati. Bahkan kedua anak mereka dinikahkan yakni Pangeran Mas Purba putera Prabu Sasranegara dan Mas Ayu Gadhing puteri Untung Surapati.
Dengan pernikahan ini akhirnya Balambangan mendapatkan kembali daerah Puger dan Sentong-Panarukan hingga Demong.
(sumber: Nagari Tawon Madu, I Made Sudjana)
(sumber: Perebutan Hegemoni Blambangan, Sri Margana)
KASEPUHAN DAN KANOMAN
Puger, Sentong, Demong, Panarukan, dan Balambangan bersatu dipimpin Pangeran Mas Purba yang naik tahta bergelar Prabu Danureja (1697-1736). Hal ini bertahan hingga VOC datang dan menaklukkan Balambangan tahun 1767-1768 dalam Perang Wilis. Setelah itu selain menyita seluruh perbendaharaan pustaka Balambangan, VOC juga memecahbelah kerajaan ini menjadi dua.
- Balambangan Barat dengan wilayah meliputi Panarukan, Sentong, dan Puger dengan beribukota di Panarukan disebut Kabupaten Kanoman/Balambangan Barat. Disana diangkatlah Mas Weka (1767-1768) sebagai Bupati. Dan Patihnya adalah Mas Wasengsari.
- Balambangan Timur dengan wilayah meliputi seluruh bagian timur Gunung Raung-Gumitir hingga Kaliputih di utara, disebut Kabupaten Kasepuhan/Blambangan Timur dengan beribukota di Teluk Pampang/Muncar. Disana Mas Anom Kalungkung (1767-1768) yang menjadi Bupatinya. Patihnya adalah Mas Sutanegara.
Desember 1767, Surat pengangkatan Mas Anom Kalungkung dan Mas Weka sebagai Bupati kompeni pertama di Balambangan tiba di Teluk Pampang.
Jadi sejak tahun 1767 itu, telah ada dua Balambangan, yakni Balambangan Barat dan Balambangan Timur. Mas Bagus Tepasana diangkat sebagai Wedana Agung yang bertugas sebagai penasihat bagi kedua bupati.
Selanjutnya karena Mas Weka dan Mas Anom Kalungkung memihak Agung Wilis, VOC mengangkat patih-patih mereka menjadi bupati yang baru.
- Mas Wasengsari (adik Mas Bagus Tepasana) sebagai Bupati Kanoman/Balambangan Barat, dan
- Mas Sutanegara sebagai Bupati Kasepuhan Balambangan/Timur. Patihnya bernamaa Suratruna.
April 1771, kedua bupati Balambangan Mas Sutanegara dan Mas Wasengsari diputuskan bersalah karena tuduhan makar melawan VOC. Mereka dipecat dan dibuang ke Selong/Ceylon/Srilanka, kemudian diangkatlah Bupati baru asal Surabaya yang bernama Kertanegara dan patihnya Jaksanegara.
Namun karena bupati baru ini ketakutaan dalam menghadapi Perang Bayu 1771 melawan Rempeg Jagapati dan kawan-kawannya, bupati Kertanegara pulang ke Surabaya dan Patih Jaksanegara diangkat menjadi Bupati baru di Balambangan Bersatu (1771-1772) dengan ibukota di Benculuk.
KARESIDENAN BESUKI
Pascaperang Bayu, tahun 1772, Keranggan Basuki naik status sebagai Kabupaten dan Rangga Basuki yang bernama Han Mi Joen menjadi Bupati Besuki pertama bergelar Kyai Rangga Ngabehi Sura Adiwikrama (1772-1788) ditunjuk menjadi Bupati. Patihnya adalah Raden Bagus Kasim Wiradipura II.
- Di wilayah Balambangan Barat, pada tahun 1773, ditunjuklah mantan Patih Surabaya yang sangat loyal pada kompeni menjadi Bupati ke-IV bergelaar Tumenggung Sumadirana (1773-1774).
- Sementara di Balambangan Timur, tahun 1774, Mas Alit yang baru tiba dari Bangkalan melalui Surabaya, kemudian dilantik menjadi Bupati yang baru bergelar Tumenggung Wiraguna I (1774-1782) menggantikan Tumenggung Jaksanegara.
Pada masa Tumenggung Wiraguna I (Timur) dan Tumenggung Sumadirana (Barat) inilah, tahun 1774, Kabupaten Balambangan Barat dibagi dua, yakni Puger dan Panarukan.
Di Puger diangkatlah putera bupati Pasuruan (T. Nitidiningrat), yang bernama Tumenggung Prawiradiningrat menjadi Bupati Puger terlepas dari Panarukan.
PANARUKAN DAN PUGER
Sejak itu, nama Balambangan Barat benar-benar dihapus. Balambangan Barat menjadi Kabupaten Panarukan dan Kabupaten Puger, sedangkan Balambangan Timur akhirnya juga berubah menjadi Kabupaten Banyuwangi.
Selanjutnya tahun 1820, perubahan administrasi terjadi kembali di Balambangan Barat. Saat itu Kabupaten Basuki dan Panarukan digabungkan dengan nama Kabupaten Basuki.
Saat itu diangkatlah putera Pangeran Sumenep Madura yang bernama Raden Natakusuma (Tumenggung Prawirodiningrat I) sebagai Residen Pertama Karesidenan Besuki yang mencakup wilayah Kota Besuki, Panarukan, dan Bondowoso-Jember utara.
BESUKI DAN BONDOWOSO
Tahun 1829, Residen Besuki Raden Ario Prawiroadiningrat I kemudian meningkatkan status Kademangan Bondowoso menjadi wilayah lepas dari Besuki dengan status Keranggan Bondowoso dan mengangkat Bagus Asrah/Ki Patih Kertanegara menjadi penguasa wilayah Bondowoso-Puger dengan gelar Kyai Ngabehi Rangga Kertanegara/Ki Ronggo I (1829-1830).
Di Besuki tahun 1830, setelah Raden Prawirodiningrat I meninggal sebagai penggantinya adalah Raden Prawirodiningrat II. Saat itu juga Ki Ronggo I mengundurkan diri dan pemerintahan di Bondowoso dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Djoko Sridin dengan gelar Mas Bagus Sariya/Ngabehi Kertakusuma dengan predikat Ki Ronggo II (1830-1858).
Tahun 1840 di Besuki, Raden Prawirodiningrat II meninggal dunia, sebagai penggantinya adalah Raden Prawirodiningrat III. Saat itu, perkembangan Kota Besuki kalah maju dibanding Kabupaten Panarukan karena di Panarukan terdapat beberapa pelabuhan yang cukup menunjang perkembangannya, sehingga pusat pemerintahan berpindah dari Besuki ke Panarukan. Sejak itu hilanglah Kabupaten Besuki dan berdirilah Kabupaten Panarukan.
Raden Tumenggung Aryo Soeryo Dipoetro diangkat sebagai Bupati pertama Kabupaten Panarukan, dan wilayah Kabupaten Besuki dibagi menjadi 2 yaitu: Besuki termasuk Suboh ke arah Barat hingga Banyuglugur ikut wilayah Kábupaten Bondowoso dan Mlandingan ke arah Timur hingga Tapen ikut wilayah Kabupaten Panarukan. Saat itulah Banyuputih dan Asembagus dari yang sebelumnya ikut Banyuwangi menjadi ikut Panarukan.
LUMAJANG DAN JEMBER
Demikianlah keadaan di Balambangan hingga abad XX. Baru pada tahun 1920 terjadi perubahan kembali dengan dibentuknya Kabupaten Lumajang yang terlepas dari Probolinggo dengan bupati pertamanya adalah KRT. Kertodirejo (1920-1928).
Sebelumnya Lumajang adalah Kepatihan dibawah Probolinggo. Sembilan tahun kemudian, 1929, Kabupaten Jember didirikan terlepas dari Kabupaten Bondowoso dengan R. Notohadinegoro (1929-1942) sebagai Bupatinya.
Kini menjadi Universitas Negeri Jember (UNEJ)
PENUTUP
Demikianlah akhir riwayat kerajaan Balambangan. Dari sebuah desa menjadi Kadipaten lalu menjadi kerajaan merdeka pasca runtuhnya Majapahit. Di bawah raja-rajanya pernah mengalami pasang surut dan bertahan selama tiga abad lamanya, dari 1479-1777.
Pernah mengalami beberapa kali perang besar. Puputan Kabakaba yang pertama di tahun 1767, disusul Perang Wilis antara 1767-1768, dan kemudian Perang Bayu 1771-1773. Setelah itu perang bukan berarti selesai, namun terus berlanjut secara sporadis hingga VOC sendiri mengakui baru bisa menaklukkan Balambangan tahun 1777.
Kini Balambangan telah menjadi 6 Kabupaten yang pernah menjadi Karesidenan Besuki atau yang kini disebut dengan darrah Tapal Kuda; Probolinggo, Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso, Jember, dan Lumajang.
Balambangan, 17 September 2018
BAHAN BACAAN
Negarakretagama
Babad Dalem
Suluk Balumbung
Tome Pires, Suma Oriental
De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram
De Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I
De Jonge, De Opkomst
C. Lekkerkerker, Blambangan Adatrecth
JW. De Stoppelaar, De Indische Gids
Sri Margana, Perebutan Hegemoni Blambangan
Samsubur, Sejarah Kerajaan Blambangan